Di tengah perjalanan, Nasruddin Hoja mendadak berhenti karena langkahnya di hadang oleh seseorang. Nasruddin sudah waspada karena mengira pasti dia akan dirampok. Namun dugaannya salah. Bukan berniat mengambil harta benda miliknya, seseorang itu malah melempar pertanyaan konyol hingga Nasruddin pikir pasti orang itu kurang waras.
“Apakah kamu orang yang berilmu?” Tanya orang itu.
“Ya,” jawab Nasruddin lugas.
“Lihat itu,” tunjuknya pada sekeliling Nasruddin. “Kerang-kerangka manusia yang ada di depanmu itu adalah orang-orang yang ku bunuh karena tidak bisa menjawab pertanyaanku,” lanjutnya.
Nasruddin tidak merasa takut sama sekali mendengar kalimat orang yang tengah berdiri di hadapannya itu. Dengan santai dia menanggapi, “Memangnya apa pertanyaanmu itu?”
Orang itu tersenyum tipis sebelum mulai buka suara. “Pada awal bulan, kita akan melihat bulan yang berbentuk sabit, lalu bulan itu akan membesar saat bulan purnama. Kemudian bulan akan kembali mengecil lagi dan akhirnya menghilang. Setelahnya akan muncul bulan yang baru,” katanya. “Sebenarnya apa yang terjadi pada bulan purnama dan bulan baru itu?” tanya orang itu.
“Kamu memang benar-benar bodoh.” Nasruddin Hoja berdecak, merasa pertanyaan orang itu benar-benar sangat konyol.
“Kamu pernah mendengar suara guntur?” Orang itu mengangguk meskipun belum mengerti apa sebenarnya maksud pertanyaan Nasruddin.
“Ya, pada saat itulah Tuhan sedang menumbuk bulan sabit yang nantinya akan menjadi bulan purnama. Lalu Tuhan memotong-motong bulan purnama menjadi beberapa bagian kecil. Kepingan kecil itu Tuhan sebar dan jadilah bintang-bintang di langit,” jelas Nasruddin panjang lebar.
Orang itu terpaku dengan jawaban Nasruddin yang sangat luar biasa itu. Dari sekian banyak orang yang ditemuinya, hanya pria itu lah yang benar-benar berilmu tinggi. Ia bergegas memburu tangan Nasruddin dan menciuminya dengan khidmat.
“Luar biasa. Jawabanmu itu sesuai dengan apa yang aku pikirkan,” katanya dengan nada takjub. Begitu bahagia karena setelah sekian lama mencari, akhirnya ia bisa bertemu dengan orang yang sepemikiran dengannya.
Sementara Nasruddin Hoja hanya membiarkan saja tangannya diciumi oleh orang itu dengan ekspresi bingung.