Bebas Boleh Berantem

Guyonan tentang ‘Bebas Boleh Berantem’ ini memang cukup menggelitik. Jika bukan Gus Dur yang menyajikan guyonan tentang agama, suku dan ras, mungkin guyonan tersebut bisa menjadi masalah di kemudian hari. Gus Dur memang selalu gemar melontarkan jokes yang segar dan sarat sindiran.

Hal ini juga terungkap saat ia menjadi tamu kehormatan pada acara bertajuk ‘Seminar Wawasan Kebangsaan Indonesia’.  Pada acara ini, hadir kurang lebih seratus orang pendeta. Acara ini memang mengundang Gus Dur sebagai tamu kehormatan, Acara yang digelar tahunan ini juga selalu menghadirkan tokoh-tokoh nasional lintas agama.

Namun, memang kehadiran Gus Dur yang sangat ditunggu-tunggu. Selain karena beliau selalu memberikan masukan yang bermanfaat, kehadirannya juga memberikan kesejukan bagi yang mendengarnya. Selalu ada nasehat-nasehat yang diberikan, untuk semua kalangan. Terlebih, bagi kaum minoritas, sosok Gus Dur adalah sosok pengayom.  Saat Gus Dur menjadi presiden RI, kebersamaan masyarakat yang heterogen di Indonesia ini memang tidak pernah terusik.

Baca Juga : Humor Gus Dur Terlucu

Pada kesempatan tersebut, Gus Dur menyatakan kebersamaan di Indonesia harus dipertahankan.  Beliau memaparkan bahwa awal dari terjalinnya kebersamaan secara kontinyu adalah dengan mewujudkan sikap yang baik hati, terhadap sesama.

“Masa depan bangsa adalah tanggung jawab semua umat di seluruh Indonesia.  Boleh berantem dengan umat lain, tetapi semuanya tetap harus mengutamakan keselamatan bangsa,” papar Gus Dur. Guyonan yang juga merupakan sindiran tersebut pun disambut tawa peserta.

Namun demikian, tentu semua peserta sudah memahami bahwa tidak boleh adanya pihak yang berniat menghancurkan kebersamaan umat di Indonesia. Keberagaman di Indonesia telah menjadi kesatuan bangsa yang kokoh, yang sudah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Gus Dur sebagai bapak bangsa turut memperjuangkan hal ini.

Baca Juga:  Tukang Santet Jakarta

Karena itulah, ketiadaan Gus Dur sangat dirindukan oleh siapa saja, baik kalangan minoritas dan mayoritas. Kepergian Gus Dur ternyata sudah banyak mengubah bangsa ini, yang sebelumnya sangat aman tanpa adanya diskriminasi kepada minoritas. Namun demikian, tentu tugas semua kalangan untuk mempertahankan persatuan Indonesia.