Teknik melawak dengan seolah-olah menceritakan sebuah pengalaman baik pribadi maupun tokoh yang dibuat memang akan lebih mengena. Karena dengan begitu pendengar atau pembaca bisa membayangkan situasi yang ada dalam cerita tersebut. Kemudian menemukan momen lucu di dalamnya dengan lebih mudah.
Lawakan yang mengena biasanya justru yang berasal dari sebuah pengalaman dan tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Karena jika cerita yang khayal dan terlalu dibuat-buat terkadang sulit untuk ditangkap tingkat lucunya karena orang lain beranggapan bahwa hal tersebut memang bukan sesuatu yang nyata.
Berbeda dengan cerita yang berdasarkan pada kehidupan nyata, tentu akan lebih mudah mengena dan berbekas untuk ditertawakan. Jadi Anda lebih baik menggunakan guyonan yang terjadi sehari-hari karena ada banyak hal konyol yang terkadang terjadi di sekitar kita. Dengan begitu lebih mudah untuk menarik perhatian orang lain.
Jangan membuat cerita yang terlalu khayal karena nantinya akan sulit menembus sasaran yang diinginkan. Tujuan membuat orang tertawa dan senang akan sulit dicapai jika Anda menggunakan cerita yang sulit untuk dibayangkan meskipun mereka tetap akan mengerti apa yang sedang coba Anda sampaikan.
Pencopet yang Konyol
Saat itu, Randi yang baru pulang dari perjalanannya ke Jakarta menceritakan pengalaman kerasnya di Jakarta kepada temannya. Jakarta memang kota yang keras apalagi untuk orang-orang yang memang belum terbiasa hidup di sana agar lebih berhati-hati saat sedang berjalan di mana pun karena tidak banyak tempat yang bisa sepenuhnya aman dari tindak kriminalitas.
Jakarta kota yang keras. Ada banyak tindak kriminalitas dan berbagai hal yang mungkin tidak terjadi di tempat lain sekeras itu. Randi sangat antusias untuk menceritakan hal itu pada temannya. Sedangkan Teman Randi memperhatikan dengan saksama setiap perkataan yang disampaikannya saat itu.
“Saat sedang jalan-jalan, aku kecopetan dan satu tas yang isinya uang dan harta berharga lenyap dibawa pencopet itu,” Randi memulai ceritanya dengan sesuatu yang menyedihkan. Namun dia menceritakan kejadian kecopetan itu dengan santai, bukan dengan ekspresi panik atau marah.
Hal tersebut menggelitik temannya untuk bertanya, “Eh, tapi kamu kok kelihatannya tenang-tenang saja saat kecopetan?” Rasa penasaran itu tidak bisa ditutupi oleh teman Randi hingga akhirnya melontarkan pertanyaan itu untuk konfirmasi pada Randi. Jawaban yang diberikan Randi awalnya hanya senyum-senyum.
Kemudian dia menjawab, “ Dasar pencopet itu bodoh, dia tidak tahu kalau kuncinya masih aku pegang. Bagaimana caranya dia mau membuka tasku?” dia memperlihatkan kunci tas sambil masih tersenyum sumringah.