Nasruddin Hoja memiliki kebun yang cukup luas. Kebun yang ia miliki sejak lama itu sudah ia tanami dengan berbagai macam pohon yang dapat menghasilkan pundi-pundi uang cukup banyak. Karena itulah, ia tidak ingin kebunnya dimasuki maling. Bahkan, ia juga tidak terima jika kebunnya rusak sedikit saja. Ia tidak peduli siapapun atau apapun yang mengganggu propertinya yang satu ini.
Setiap hari, Nasruddin berkebun sejak pagi hingga siang hari. Hari itu, seperti biasa ia menghabiskan waktu di kebun. Saat sedang asyik bekerja, tahu-tahu ia melihat seekor sapi yang memasuki kebunnya. Yang membuat ia lebih terkejut lagi adalah si sapi dengan asyiknya memakan semua dedaunan dan apapun yang ia temui di dalam kebun. Nasruddin yang kikir pun langsung bertindak.
Nasruddin mengambil ranting pohon yang cukup panjang dan tebal. Ia mengejar sapi tersebut. Si sapi pun berlari-lari namun tidak kunjung keluar dari kebunnya. Nasruddin pun lebih marah lagi, karena tanaman di kebunnya semakin banyak yang rusak karena diinjak-injak sapi. Si sapi pun tak luput dari sabetan ranting Nasruddin. Setelah beberapa menit, si sapi pun akhirnya bisa keluar dari kebun dan selamat dari amarah Nasruddin.
Namun, apakah si sapi selamat? Tentu cerita ini menjadi tidak kocak jika si sapi belum apes. Si sapi masih harus mendapat amarah Nasruddin seminggu kemudian. Lho, mengapa demikian? Ternyata, si sapi ini milik seorang petani, yang sering melewati kebun Nasruddin. Saat itu, sapi apes ini sedang menarik gerobak rumput si petani pemiliknya. Kebetulan, sapi dan gerobak ini sedang dinaiki petani dan melewati kebun Nasruddin.
Nasruddin ternyata mengenali si sapi tersebut. Tanpa banyak tanya, ia segera mengambil ranting dan kembali memukuli sapi tersebut. Sapi tersebut tidak dapat berlari karena ia sedang membawa gerobak. Tetapi, tentu yang marah kali ini adalah si petani.
“Ada apa dengan sapiku, kenapa engkau memukulinya?”
Nasruddin bukannya malu karena ditegur. Ia justru ikutan marah
“Jangan ikut campur! Sapi ini sudah tahu kesalahan yang ia lakukan.”