Nasib dan Asumsi

Tidak semua orang dapat mengerti perbedaan antara nasib dan asumsi. Jangankan perbedaannya, definisinya pun tidak banyak dimengerti orang.  Nah, coba kita kupas satu persatu definisi dari ‘nasib’ dan juga ‘asumsi’.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasib adalah sesuatu yang ditentukan Tuhan atas diri seseorang. Tetapi, banyak orang mengatakan bahwa nasib sedikit berbeda dengan takdir. Seseorang dapat menentukan nasibnya, tergantung dari upaya atau kerja keras mereka.

Nah bagaimana dengan asumsi?  Mengacu pada KBBI, asumsi merupakan dugaan yang diterima sebagai dasar.  Jika diperhatikan, asumsi dan nasib tidak terlalu memiliki keterkaitan. Berbeda dengan nasib dan takdir yang memiliki makna yang hampir sama.

Mengapa sih kita membahas tentang arti kata nasib dan asumsi?  Bahasan ini terkait dengan kisah inspiratif yang akan kita baca. Nasruddin, seorang sufi yang terkenal dengan kebijaksanaannya serta pendapat cerdasnya sedang menjelaskan perbedaan antara nasib dan asumsi. Coba kita cocokkan apa pendapat Nasruddin Hoja dengan pendapat kita ya. Kisah ini dimulai dengan beberapa orang yang menyempatkan diri untuk bertemu dengan Nasruddin.

Seseorang sempat menanyakan kepada sang mullah, apa arti nasib. “Mullah, apa arti nasib,?”

Lalu seorang yang lain juga menyeletuk, “Nah kita juga mau bertanya tentang asumsi.”

Nasruddin terlihat tidak terlalu kesulitan dalam menjawabnya. Ia mengatakan, “Coba kita mulai dari awal. Anggaplah bahwa segala sesuatu yang akan terjadi pasti akan berjalan dengan baik. Jika dari awal sudah menganggap demikian, namun yang terjadi di luar kehendak, hal ini disebut nasib buruk,” katanya.

“Sebaliknya, jika dari awal kita punya asumsi bahwa beberapa hal akan memburuk meskipun akhirnya tidak terjadi, berarti kita bernasib baik,” jelas Nasruddin.

Nasruddin melanjutkan sekaligus menyimpulkan bahwa jika seseorang memiliki asumsi untuk hal yang akan atau tidak terjadi, tetapi akhirnya ia kehilangan intuisi untuk sesuatu yang belum terjadi, ia nantinya berasumsi jika mereka tidak dapat menebak masa depan. Mereka yang terus memiliki pola pikir ini akan terperangkap, dan mereka menganggap bahwa nasib mereka sudah ditentukan.