Harmoni Alam

Nasruddin Hoja, ia banyak digambarkan sebagai seorang yang bodoh karena perilaku dan perkataannya yang sering kali diluar nalar. Namun sebenarnya Nasruddin juga seorang yang pintar dan cerdas yang terkenal akan kebijaksanaannya.

Banyak orang yang ingin bertemu dengannya, semata-mata hanya untuk melihat seberapa cerdas dan bijaksananya ia. Mereka adalah orang-orang yang nyatanya hanya tahu atas sedikit ilmu namun merasa memahami berbagai ilmu.

Orang-orang itu hanya tidak tahu bahwa Nasruddin bisa memahami sejauh mana daya pikir lawan bicaranya. Sehingga ia akan berbicara sesuai dengan tingkat pemikiran orang yang mengajaknya berbincang. Tidak heran jika terkadang Nasruddin akan bersikap seperti orang bodoh atau pandir.

Pada suatu sore seusai memberikan pelajaran kepada murid-muridnya, Nasruddin tidak langsung masuk  ke dalam rumah. Langkah kakinya berbelok ke samping bangunan tempat tinggalnya kemudian terus berjalan hingga sampailah di sebuah kebun.

Nasruddin duduk bersantai di bawah salah satu pohon arbei di kebunnya itu. Ia melepas sorban dari kepalanya untuk sedikit menikmati semilir angin disana. Kedua bola matanya berlarian menyusuri lahan kebun yang cukup luas. Ada banyak sekali buah yang ia tanam disana. Beberapa tanaman yang berbuah, sudah Nasruddin panen dua hari yang lalu.

Kini pandangannya berhenti pada tanaman labu yang berbuah cukup lebat. Semakin hari labu-labu itu kian membesar dan ranum. Sebuah pertanda bahwa sebentar lagi dia akan bisa memanen labu-labu itu. Sungguh berkah yang luar biasa.

Seperti biasa, setiap kali ia melihat ciptaan-Nya, ia akan merenung sejenak.

“Aku heran, kenapa pohon arbei yang sebesar ini hanya bisa menghasilkan buah yang kecil-kecil. Padahal labu yang hidup merambat dan batangnya mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang sangat besar,” katanya sambil melihat tanaman labu dan pohon arbei bergantian.

Baca Juga:  Mamaku Kasihan Sekali

Cukup lama ia berdiam sambil merenung, angin bertiup kecil di sekitarnya. Menggerakkan ranting arbei lalu mereka saling bergesekan satu sama lain. Satu buah arbei terjatuh karena gesekan ranting itu, tepat mengenai kepala Nasruddin yang tidak memakai sorbannya.

Nasruddin memandang buah arbei itu sampai akhirnya ia tersenyum. “Ah, sepertinya sekarang aku tau sebabnya.”