Mencium Bau Pikiran

Bulan ke tujuh adalah bulan yang dingin dan basah. Bagaimana tidak, setiap memasuki bulan ke tujuh, itu berarti waktunya memasuki musim penghujan. Hampir setiap hari hujan akan turun mengguyur tanah yang sebelumnya kering kerontang akibat kemarau yang kering.

Kadang hujan turun di pagi atau sore hari, dan bahkan tak jarang sepanjang hari. Membuat orang-orang enggan untuk melakukan aktifitas di luar rumah. Sebaliknya, tumbuh-tumbuhan sepertinya lebih bahagia dengan kedatangan hujan dibanding orang-orang.

Di saat orang meringkuk di dalam rumah mereka, tumbuhan justru tumbuh besar dengan cepat. Menyambut musim penghujan dengan suka cita. Pohon yang semula di penuhi dedaunan menguning, kini mulai tumbuh tunas bewarna kehijauan yang terlihat segar.

Baca Juga:  Mengajar Bahasa Kurdi

Sungguh Nasruddin Hoja sangat menyukuri itu.

Tapi jangan lupakan tentang angin yang tidak pernah absen hadir bersama musim penghujan. Seperti saat ini, hujan terus mengguyur sejak pagi. Hingga sore hari hujan tak juga reda, bahkan kali ini disertai angin kencang, membuat Nasruddin malas melakukan apapun.

Selain cuaca yang yang buruk, nasib Nasruddin saat ini pun tak kalah buruk. Apalagi alasannya kalau bukan tidak punya uang. Ya, Nasruddin kini sedang tidak punya uang sama sekali.

Lelaki itu duduk dengan tubuh terbungkus selimut tebal miliknya ditengah angin yang bertiup kencang.  Sambil memandang rintik hujan di balik jendela rumahnya, pikiran Nasruddin melanglang buana.

“Alangkah nikmatnya di saat dingin begini, aku punya satu mangkuk sup yang hangat,” pikirnya. Memikirkan saja air liur sudah terkumpul di dalam mulutnya, disambut rasa kosong di perut yang membuatnya semakin terjun jauh dalam lamunan.

Baca Juga:  Jenderal yang Sangat Berbahaya

Tengah asyik-asyiknya melamun seorang diri, tiba-tiba saja terdengar bunyi ketukan pada daun pintu rumahnya. Lamunan Nasruddin buyar seketika. Di tolehnya pintu itu, dia heran siapa yang tengah berkunjung ke rumahnya ditengah cuaca yang buruk.

Perlahan dibukanya pintu kayu itu hingga muncullah sesosok anak perempuan tetangganya. Nasruddin pun menanyakan apa maksud dan tujuan kedatangan anak itu ke rumahnya.

“Ibu menyuruhku kemari,” katanya. “Untuk menanyakan apakah Mullah punya semangkuk sup?” lanjut anak perempuan itu.

Nasruddin terkejut. “Ya Allah,” katanya. “Ternyata tetanggaku bisa mencium isi pikiranku.”