Nasruddin Hoja sudah bertahun pergi berkelana untuk menimba ilmu, terutama tentang fiqih dan tasawuf. Saat kembali dari perjalanannya, Nasruddin dipercaya untuk menjadi pengajar bagi para pemuda di kota Ak Shehir. Meskipun sering bersikap seperti orang tolol, dia juga dikenal sebagai seorang sufi yang berjiwa humor.
Mullah Nasruddin selalu menyelipkan humor disetiap pelajaran yang diberikan kepada muridnya. Gaya mengajarnya itu membuat mereka tidak kesulitan memahami ilmu pengetahuan yang Nasruddin sampaikan.
Nasruddin juga bangga dengan muridnya yang meskipun terkenal bandel, mereka punya otak yang cerdas-cerdas. Setiap kali pertemuan belajar, mereka selalu melempar pertanyaan kritis kepadanya.
Seperti hari ini, Nasruddin menjalankan rutinitasnya sebagai pengajar. Ia sekarang sedang berdiri di atas mimbar. Di hadapannya sudah ada banyak pemuda yang siap mendengarkan materi baru dari sang guru. Pada pertemuan kala itu, Nasruddin memberikan pelajaran tentang Kebenaran.
“Kebenaran,” ujarnya memulai. “adalah sesuatu yang berharga. Bukan hanya secara spiritual, tetapi juga memiliki harga material,” lanjutnya.
Nasruddin mengedarkan mata keseluruh arah. Menyilahkan kepada para muridnya untuk menanggapi atau bertanya mengenai makna kebenaran yang telah ia sampaikan sebelumnya.
Beberapa diantara mereka terlihat sedang berpikir. Sementara yang lain saling berbisik, entah sedang berdiskusi atau membicarakan hal lain. Beberapa saat kemudian seorang murid mengajukan diri untuk bertanya. Sang guru pun mempersilahkan.
“Jika memang demikian, kenapa kita harus membayar mahal untuk sebuah kebenaran? ucap sang murid. “Kadang-kadang sangat mahal sekali?” imbuhnya.
Sang guru menatap muridnya dengan seulas senyum. Murid Nasruddin yang lain pun menunggu jawaban darinya. Mereka merasa sependapat dengan pertanyaan yang dilempar oleh salah satu temannya itu.
Nasruddin Hoja pun menjawab, “Kalau kamu perhatikan, harga sesuatu itu dipengaruhi juga oleh kelangkaannya. Semakin langka sesuatu itu, maka akan semakin mahal pula harganya.”
Mereka pun mengangguk paham. Betapa mahalnya harga kebenaran saat ini karena memang semakin lama, sangat sulit untuk menegakkannya. Jika kebenaran menjadi kelangkaan maka, kebenaran itu tidak akan ada bagi mereka yang tidak mampu membayar. Sungguh nasib yang malang.