Abu Mukidi dan Abu Mukijan berseteru! Dua kakak beradik yang sebelumnya sangat rukun ini bertengkar hanya karena masalah yang tidak terlalu penting. Padahal, hidup mereka sama-sama sudah makmur. Mereka hanya perlu meneruskan usaha orang tua yang sudah mewariskan kebun yang sangat luas untuk mereka. Entah mengapa kerukunan yang sudah dijalin selama lebih dari empat puluh tahun itu lenyap begitu saja. Kapanpun mereka bertemu, mereka saling memaki.
Permusuhan ini tak kunjung berakhir hingga munculnya seorang pria misterius. Pria ini mendatangi rumah Abu Mukidi
”Assalamualaikum,” terdengar suara orang asing di luar.
“Wa’alaikumsalam,” Abu Mukidi pun menjawab sekaligus membukakan pintu. Abu Mukidi sedikit heran dengan kedatangan pria yang membawa kotak berisi peralatan tukang kayu itu.
“Maaf saya mengganggu,” kata si pria misterius, “saya datang hendak mencari pekerjaan. Mungkin Anda membutuhkan jasa tukang kayu.”
Butuh waktu bagi Abu Mukidi untuk mencari ide pekerjaan. Lalu ia pun memberikan petunjuk.
“Tolong bangun pagar kayu yang sangat tinggi supaya saya tidak bisa melihat rumah adikku lagi. Dia sudah membuat sungai yang memisahkan halaman kami, sekarang tolong Anda buat pagar saja supaya ia tidak dapat mengejekku lagi.
Tentu tukang kayu menyanggupinya. Tetapi, Abu Mukidi meninggalkannya karena ia harus keluar kota. Si tukang kayu pun mengerjakan pekerjaannya dengan serius.
Setelah beberapa hari, Abu Mukidi pulang. Ia berharap akan melihat pagar kayu yang tinggi sehingga ia tidak lagi melihat rumah saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa bukan pagar tinggi yang ia lihat melainkan jembatan kayu yang menghubungkan halaman rumahnya dengan halaman rumah adiknya.
Pastinya, ia sangat kesal dengan si tukang kayu yang ia anggap tidak melaksanakan perintahnya. Ia pun bergegas menuju jembatan tersebut. Bukan si tukang kayu yang ia temui ternyata si Abu Mukijan. Tanpa ia sangka Abu Mukijan tersenyum lebar dan menghampiri serta memeluknya.
“Terima kasih sudah membangun jembatan itu. Maafkan aku yang membuat sungai untuk memisahkan halaman rumah kita.”
Tentu Abu Mukidi terharu dan membalas perlakuan Abu Mukijan. Si tukang kayu pun tersenyum lega karena ia sudah mendamaikan dua orang bersaudara.