Mencari Sinar Matahari

Humor Sufi 50

Nasruddin Hoja tengah duduk santai di bawah sebuah pohon trembesi, beristirahat sejenak usai lelah mencari penjual minyak wangi yang tempo hari menipunya. Daun trembesi yang rindang sesekali bergerak tertiup angin, mengusir rasa lelahnya hari ini.

Hari itu matahari bersinar begitu terik. Sesekali pria itu menyeka sisa-sisa bulir keringat yang bertengger di pelipisnya dengan ujung lengan baju. Pikirannya melayang pada kejadian dimana ia mencari orang yang menjual candu palsu kepadanya.

Namun Nasruddin dibuat kesal. Bukannya berhasil membuktikan bahwa penjual minyak wangi itu penipu, orang-orang justru percaya bahwa dirinya telah mabuk setelah menghisap candu dan tengah kehilangan akal.

Saat sedang asyik merenung, seorang pria yang ternyata teman Nasruddin datang mendekat. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja pria itu kini sudah duduk di samping Nasruddin ikut merenung di bawah sejuknya pohon trembesi yang rindang.

Teman Nasruddin itu memecah keheningan diantara mereka dengan menanyakan mengapa Nasrudin diam sendirian disana. Lalu dengan menggebu ia mulai menceritakan pengalamannya tentang candu hingga berakhir ditipu oleh penjual minyak wangi.

Usai berbicara panjang lebar, kini giliran teman Nasruddin yang bercerita tentang kehidupannya sehari-sehari. Sampai akhirnya dia mulai mengeluh di depan Nasruddin. Dia bilang bahwa rumah tempat tinggalnya tidak terkena sinar matahari.

Tentu saja itu tidak nyaman baginya. Rumahnya terasa lebih lembab dibandingkan rumah tetanganya yang lain. Tanaman hias yang ia tanam tidak bisa tumbuh dengan subur dan indah. Menjemur pakaian pun akan sulit kering karena membutuhkan waktu yang lama.

Nasruddin memandang wajah keruh temannya yang tengah mengeluhkan tentang sinar matahari. Ia mulai memikirkan apa kira-kira solusi yang tepat untuk mengatasi keresahan temannya itu. Setelah terdiam cukup lama, tiba-tiba sebuah ide cemerlang melintas di pikirannya.

Baca Juga:  Kikir Pangkal Sakit

“Ladang milikmu apa juga tidak terkena sinar matahari?” tanya Nasruddin dengan wajah serius.

Temannya yang ditanya demikian pun menggelengkan kepala. “Tidak, ladangku terkena sinar matahari,” katanya.

Nasruddin mengangguk-angguk. “Kalau begitu pindahkan saja ladang milikmu itu ke rumahmu.” jawabnya enteng.