Sebagai seorang cendekiawan dan memiliki banyak murid, hidup Nasruddin Hoja tidak hanya berkutat dengan membaca dan mengajar saja. Adakalanya ia juga melakukan hobinya seperti berkebun.
Dia memanfaatkan petak tanah di samping rumahnya untuk menanam berbagai macam tanaman yang akan dia panen. Selain itu, Nasruddin juga mempunyai hewan peliharaan di rumah seperti kucing, kambing dan juga keledai.
Pada suatu ketika ia akan bepergian dan berniat menunggangi keledai agar lebih cepat sampai tujuan. Nasruddin pun berjalan ke belekang rumah, tempat dimana kandang keledainya berada.
Namun saat tiba di kandang, sang Mullah harus kecewa mendapati keledai miliknya tengah jatuh sakit. Biasanya hewan itu akan antusias melihat kedatangannya, kali ini sang keledai sedang terkulai lemas dan tak bersemangat bahkan setelah kedatangan tuannya.
Karena keledai Nasruddin jatuh sakit, maka ia meminjam seekor kuda milik tetangganya. Kuda itu begitu terlihat gagah dan kencang larinya. Begitu Nasruddin mendarat di punggungunya, kuda itu langsung melesat secepat kilat. Tak menghiraukan Nasruddin yang berpegangan dengan erat pada tali kekangnya, ketakutan.
Usai mendapat sedikit ketenangan, Mullah Nasruddin berusaha membelokkan arah sang kuda. Tapi sia-sia saja usahanya. Bukannya berbelok, kuda itu justru berlari dengan arah lurus dan semakin kencang lajunya.
Saat ini keduanya tengah melewati lahan luas yang dijadikan ladang oleh penduduk. Pagi itu petak-petak ladang sudah diisi oleh para pekerja, diantaranya juga ada teman-teman Nasruddin.
Beberapa teman Nasruddin yang sedang bekerja di ladang itu melihat kuda yang ditunggangi Nasruddin melaju begitu kencangnya. Mereka kira temannya itu sedang punya urusan yang sangat penting sehingga begitu terburu-buru.
Salah seorang diantara mereka pun berteriak keras, “Ada apa Nasruddin? Mau kemana kamu? Kenapa terburu-buru begitu?”
Nasruddin pun ikut berteriak menyahuti pertanyaan temannya itu. “Aku tidak tahu! Binatang ini tidak mengatakannya padaku !”
Orang-orang yang tengah berada di ladang itu pun menggelengkan kepala. Nasruddin memang selalu membuat mereka harus berpikir di luar nalar. Sungguh konyol, mana ada kuda yang akan bicara dan mengatakan kemana dia akan pergi kepada tuannya, pikir mereka.