Nasruddin Hoja selalu haus akan ilmu. Dia pergi berkelana ke negeri seberang demi memuaskan dahaganya akan ilmu pengetahuan. Ia mendalami ilmu fiqih dan tasawuf. Keputusannya untuk berkelana pun didukung oleh keluarganya terutama sang ayah yang juga merupakan salah satu tokoh terpandang.
Suatu hari, di tengah pengembaraannya Nasruddin singgah di sebuah ibukota. Rupanya nama Nasruddin sudah dikenal bahkan sebelum sang pemilik nama menginjakkan kaki di kota itu. Orang-orang menyambut kedatangan Mullah Nasruddin dengan suka cita.
Sebelum kedatangannya, penduduk kota sudah mendengar kabar burung tentang seorang Nasruddin yang mengusai bahasa hewan, yaitu burung. Kabar tentang kedatangan dan keahliahannya itu terus berhembus seiring banyaknya orang yang membicarakan Nasruddin.
Tak berselang lama kabar itu pun sampailah di telinga orang nomor satu di negeri itu, sang Raja. Ia sangat tertarik untuk bertemu langsung dengan orang sehebat Nasruddin Hoja.
Di utusnya seorang untuk menyampaikan udangan kepada Nasruddin agar datang menemuinya ke istana. Nasruddin menyanggupi untuk datang menghadap sang Raja, serta menitipkan pesan bahwa akan datang ke istana esok hari.
Keesokan harinya Mullah Nasruddin benar-benar datang ke istana. Sang Raja menyambut kedatangannya dengan ramah, tak lupa pula jajaran orang-orang penting kerajaan. Sang Raja juga sudah menyiapkan berbagai jamuan mewah khusus untuk Nasruddin. Tentu saja sang Mullah tidak menyianyiakan dan sangat menikmati hidangan lezat itu.
Usai menggelar perjamuan istana, Nasruddin dan sang Raja berbincang di balkon istana. Kebetulan saat itu ada seekor burung hantu yang bertengger tidak jauh dari tempat keduanya berdialog. Burung itu sering berteriak di dekat istana dan mengusik ketenangan sang Raja.
Berkali-kali menyuruh pelayan istana untuk mengusirnya, namun percuma, burung itu akan kembali lagi keesokan harinya. Tak menyia-nyiakan kesempatan bertemu Nasruddin yang ahli bahasa burung, sang Raja pun bertanya, “Coba katakan pada ku, apa yang diucapkan oleh burung hantu itu.”
Nasruddin memerhatikan burung hantu yang tengah berteriak itu lalu berkata kepada sang Raja, “Dia bilang, jika Raja tidak berhenti menyengsarakan rakyat, maka kerajaanmu akan segera runtuh seperti sarangnya.”