Mukidi adalah seorang murid yang sangat percaya diri. Selama ini, ia selalu mengerjakan tugas dengan cepat dan selalu benar. Tak heran, ia mendapatkan perhatian teman dan bu guru. Semua pertanyaan selalu ia jawab dengan jawaban yang terkadang konyol tapi cukup masuk akal. Bingung kan? Yuk kita simak kisah tentang Mukiran yang sangat percaya diri ini.
Di suatu pagi yang cerah, Mukiran sedang mengikuti pelajaran bahasa Indonesia. Seperti biasa, setelah guru menerangkan tentang subyek yang dipelajari hari itu, guru selalu meminta murid untuk membuat karangan. Tema yang ditentukan oleh bu guru hari itu adalah ‘Miliuner’.
“Selamat pagi anak-anakku. Pagi ini, seperti biasa kita akan mengarang setelah selesai mendengarkan penjelasan ibu,” kata bu Sukilah. “Hari ini, tema mengarang kalian adalah “Seandainya Aku Adalah Seorang Miliuner”.
Semua anak di kelas tersebut pun mengangguk-angguk. Mereka sudah menyiapkan kata-kata apa yang pas untuk dapat menggambarkan apa yang akan mereka tuliskan.
“Tidak perlu banyak berpikir lagi, ayo kalian siapkan alat tulis dan selembar kertas. Segera setelah selesai, kalian bisa mengumpulkan dan langsung pulang,” sambung bu guru.
Mendengar kata ‘pulang’, tentu anak-anak bersemangat. Mereka pun tidak membuang waktu lagi. Segera mereka menyiapkan selembar kertas dan pulpen. Mereka pun segera mencari inspirasi tentang kehidupan seorang miliuner. Pastinya, sebagai anak-anak, mereka membayangkan bahwa seorang miliuner memiliki kehidupan yang menyenangkan.
Beberapa anak sudah menuliskan satu paragraf di lima menit pertama. Namun, ada juga anak yang baru menuliskan dua kalimat selama lima menit. Sepuluh menit berlalu, beberapa murid sudah selesai dengan karangan mereka. Mereka yang selesai pun boleh pulang. Namun, ada beberapa yang belum menyelesaikan karangan. Saat melihat teman-teman yang sudah selesai mengarang, mereka pun mempercepat pekerjaan mereka.
Tetapi, tidak demikian dengan Mukidi. Ia terlihat duduk-duduk saja dengan kertas kosong dan sebuah pulpen diatasnya. Ia juga tidak terlihat berpikir keras untuk menuliskan sesuatu. Tentu saja bu guru heran.
“Mengapa kamu belum selesai dari tadi?” tanya bu guru
“Saya menunggu dituliskan sekretaris saya, bu?” jawab Mukidi santai.