Sejak Kapan Humor dan Cerita Lucu Itu Ada?

Cerita lucu saat ini menjadi bagian yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Apalagi, keberadaannya mampu membantu seseorang untuk bisa lebih akrab dengan orang lain. Bahkan, cerita kocak juga kerap digunakan sebagai upaya mendekati lawan jenis yang disukai. Keberadaannya juga bisa dipakai sebagai upaya mencairkan suasana yang kaku.

Sense of humor juga kerap diasosiasikan sebagai salah satu faktor penting dalam meraih kesuksesan. Banyak pejabat tinggi negara atau pemimpin perusahaan besar kerap melontarkan joke-joke segar dalam berbagai acara penting. Di Indonesia, mendiang Gus Dur memiliki ciri khas dengan anekdot “gitu aja kok repot”.

Namun, pernahkan kamu membayangkan, sejak kapan cerita humor ada dalam sejarah perjalanan hidup manusia? Bagi sebagian orang, fakta seperti ini mungkin terlihat sepele. Padahal, kehadiran humor serta cerita lucu dalam kehidupan sehari-hari, memiliki bukti nyata mampu membuat hidup jadi lebih berwarna. Keberadaannya pun menjadi bagian dari ilmu berkomunikasi.

Pengertian Humor dan Cerita Lucu

Lalu, apa yang disebut dengan humor? Secara umum, humor merupakan sikap yang mampu memunculkan respons rasa gembira serta gelak tawa dari orang-orang di sekitar. Penggunaan kata humor berasal dari istilah kedokteran dalam bahasa Latin kuno yang beranggapan bahwa humor atau cairan dalam tubuh manusia, punya peran penting dalam menjaga kesehatan tubuh serta emosi.

Studi terhadap humor juga telah dijalankan sejak zaman dulu. Bahkan, kamu bisa menemukan definisi serta teori humor secara ilmiah yang dipelajari secara mendalam dalam ilmu psikologi. Dalam pengembangannya, kamu akan menemukan beberapa teori humor, seperti:

  1. Teori superioritas (superiority theory)

Teori superioritas sudah ada sejak zaman Plato serta Aristoteles. Menurut teori ini, seseorang merasakan kegembiraan dan tertawa ketika melihat kemalangan yang menimpa orang lain. Kemalangan tersebut menjadi bukti bahwa orang tersebut punya posisi lebih superior dibandingkan orang lain.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, teori superioritas mengungkapkan bahwa perasaan senang dan gembira bisa didapatkan ketika melihat orang lain dalam kondisi susah. Demikian pula ketika berhadapan dengan seseorang yang dianggap memiliki tampilan lebih rendah dan jelek.

Dibandingkan dengan pandangan lain, teori superioritas merupakan teori humor yang paling tua. Meski begitu, teori ini masih sering dipraktikkan oleh para komedian dan banyak pula orang yang tertawa dengan banyolan mereka. Sebagai buktinya, kamu bisa menyaksikan acara-acara komedi di layar kaca yang kerap menggunakan ejekan wajah atau penampilan sebagai bahan lelucon.

  1. Teori kelegaan (relief theory)

Teori tentang humor selanjutnya bisa kamu dapatkan dari teori kelegaan atau relief theory. Teori ini beranggapan bahwa rasa gembira dan tawa akan muncul ketika seseorang berada pada posisi santai. Tak heran kalau menurut teori ini, humor menjadi salah satu cara efektif untuk mengurangi rasa tegang serta stres.

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang bakal mendapatkan berbagai jenis tekanan. Apalagi, tekanan yang muncul ketika melakukan kesalahan atau ekspektasi yang tidak tercapai. Menurut Herbert Spencer, tertawa merupakan salah satu cara untuk bisa mengendalikan energi fisik secara tepat ketika berada dalam tekanan atau stres.

Sementara itu, Sigmund Freud beranggapan bahwa humor dalam teori kelegaan memiliki dua sifat. Sifat yang pertama adalah kemampuannya dalam menyembuhkan seseorang dari rasa stres yang menumpuk. Kedua, humor menjadi salah satu bentuk perlawanan atas tekanan yang diterima seseorang. Oleh karena itu, cerita lucu kocak kerap digunakan sebagai upaya pembangkangan atau kritik terhadap kebijakan pemerintah.

  1. Teori keganjilan (incongruity theory)

Selanjutnya, ada pula teori keganjilan yang memberi pandangan lain terhadap humor. Teori ini memperlihatkan bahwa perasaan senang dan tertawa dapat muncul ketika seseorang melihat fenomena tak lazim. Dalam teori keganjilan, seseorang akan menggunakan kemampuan berpikirnya untuk bisa membuat orang lain tertawa.

Teori keganjilan kerap digunakan pada praktik stand up comedy. Biasanya, seorang komika akan menggunakan punchline sebagai bentuk inkonsistensi atau ketidaklaziman dalam setup yang telah mereka bangun.

  1. Benign violation theory

Ada pula benign violation theory yang berkembang pada tahun 1990-an dikembangkan oleh Peter McGraw serta Caleb Warren. Menurut teori ini, seseorang dapat tertawa ketika memenuhi 3 faktor, yaitu:

  • Sesuatu pelanggaran aturan lazim yang berlaku di masyarakat, baik aturan moral, sosial, fisik, dan sebagainya.
  • Pelanggaran yang dilakukan bersifat lunak
  • Seseorang memiliki interpretasi yang sama

Salah satu contoh lelucon yang menjadi gambaran jelas atas teori humor yang satu ini adalah ketika komedian Seth Meyers pada tahun 2011 mengatakan, “Donald Trump mengatakan bahwa dia akan maju sebagai kandidat presiden untuk Partai Republik. Itu lucu, karena saya anggap itu adalah sebuah lelucon”.

Asal-usul Humor dan Cerita Lucu

Humor dan cerita lucu yang menimbulkan tawa sebagai bagian dari cara manusia dalam berkomunikasi sudah ada sejak lama. Fenomena ini kemudian menimbulkan pertanyaan besar dalam pikiran para peneliti. Akhirnya, seorang ilmuwan dari Universite de Montreal Kanada bernama Steven Legare berhasil mengungkap asal mula humor.

Dari hasil penelitiannya diungkapkan bahwa perilaku humor tidak hanya dimiliki oleh manusia. Dia mengungkapkan bahwa humor merupakan bagian dari perilaku universal yang dilakukan oleh makhluk hidup lain. Hanya saja, bentuk humor yang dilakukan oleh manusia lebih variatif dibandingkan hewan, disesuaikan dengan tingkat inteligensi serta kemampuan yang dimiliki.

Hewan yang menjadi objek penelitian dari Legare adalah kera. Dalam penelitiannya, Legare mengungkapkan bahwa seekor kera akan memperlihatkan tawa sebagai respons atas aktivitas yang menggelitik. Tawa yang diperlihatkan oleh kera tersebut juga menjadi indikator bahwa dia ingin bermain atau melanjutkan permainan yang tengah dilakukan.

Karena menjadi bagian dari perilaku yang universal, tidak salah kalau menganggap bahwa humor serta cerita lucu telah ada sejak makhluk hidup muncul di dunia. Cerita lucu merupakan salah satu bentuk humor yang sering digunakan oleh manusia. Namun, tak jarang seseorang memperlihatkan respons yang biasa-biasa saja ketika mendengar sebuah cerita lucu humor.

Respons terhadap humor dan cerita lucu sebenarnya merupakan hal yang relatif. Pada banyak kasus, cerita kocak yang kamu anggap lucu, bisa jadi tidak terlihat lucu di mata orang lain. Ada beberapa faktor yang membuat sebuah lelucon terasa tidak lucu. Faktor tersebut di antaranya adalah:

  1. Karakteristik audience

Sebuah lelucon akan terasa tidak lucu ketika dilontarkan pada target yang tidak tepat. Kemampuan seseorang menerima lelucon memang bisa berbeda satu sama lain. Namun, pada gambaran yang lebih luas, kamu akan menemukan karakteristik tertentu dari audience.

Karakteristik audience humor dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang dimaksud di antaranya adalah lokasi geografis, budaya, tingkat kedewasaan, level pendidikan, ataupun tingkat kecerdasan. Contohnya, kamu perlu membedakan jenis humor yang ditujukan untuk audience anak-anak dengan orang dewasa.

Humor yang diperlihatkan pada anak-anak bisa ditampilkan secara sederhana tanpa perlu banyak berpikir. Sebagai contoh, kartun Tom and Jerry, Upin dan Ipin, dan sebagainya menjadi media yang sesuai untuk mereka. Sementara itu, untuk segmen orang dewasa yang punya tingkat pendidikan tinggi, bisa menggunakan humor satir.

  1. Konteks

Humor yang baik dan bisa membuat orang tertawa ketika pembicara serta pendengar memiliki pemahaman konteks yang sama. Ketika pendengar tak mengerti konteks humor yang tengah disampaikan, bisa jadi mereka tidak akan mengerti maksud serta tujuan lelucon yang dilontarkan.

  1. Konten yang berulang

Cerita lucu kocak bisa membuat siapa saja tertawa ketika membaca atau mendengarnya. Namun, coba kamu bayangkan kalau mendengarkan atau membaca cerita kocak tersebut secara berulang-ulang. Pada situasi seperti itu, kesan lucu yang dimiliki oleh cerita tersebut sudah hilang.

Untuk mengatasi permasalahan ini, kamu perlu memiliki pikiran yang kreatif. Usahakan untuk memiliki kumpulan cerita lucu dan kocak dalam jumlah banyak. Dengan begitu, audience tidak akan merasa bosan dengan dengan senantiasa menghadirkan cerita lucu terbaru.

  1. Cara penyampaian

Humor yang baik bisa diketahui ketika para audience bisa memahaminya dengan mudah. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam memudahkan pemahaman audience pada konten lelucon yang disampaikan adalah terkait cara penyampaian. Kamu harus menyampaikan lelucon tersebut dengan cara yang tepat.

Cara penyampaian humor tidak sekadar lewat bahasa lisan. Kamu juga perlu melengkapinya dengan gesture tubuh. Hal ini penting sebagai bagian dari pendalaman ketika menyampaikan humor. Selanjutnya, audience akan merasa terbawa oleh cerita lucu terbaru yang tengah kamu sampaikan.

Sejarah dan Perkembangan Humor

Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, humor memiliki catatan sejarah yang cukup menarik. Inggris menjadi negara yang memiliki perkembangan sejarah humor yang cukup lama. Tercatat, negara ini telah memiliki kelembagaan humor sejak abad ke 16. Saat itu, sudah banyak penulis serta pemain teater humor yang dikenal dengan sebutan pemain komedi.

Ben Johnson menjadi salah satu pemain komedi yang terkenal, dengan karya cerita lucu kocak yang berjudul “Man Out of His Humor”. Teater komedi yang bermunculan juga menampilkan konten lucu lebih banyak, dengan menyelipkan humor satir di dalamnya. Pada abad ke 19, budaya humor sudah meluas ke berbagai negara Eropa, ditandai dengan munculnya komik humor di Jerman.

Abad ke 20 menjadi momen kemunculan tokoh komedi ikonik, yakni Charlie Chaplin yang lahir pada April 1889. Chaplin kerap menampilkan humornya yang kocak dan lucu lewat acara televisi. Sampai saat ini, Chaplin masih dianggap sebagai salah satu tokoh komedi termasyhur dunia.

Di Indonesia, perkembangan humor juga berjalan dengan positif. Bukti berkembangnya budaya humor di tanah air itu bisa dibuktikan dengan kemunculan budaya kesenian rakyat seperti ludruk, lenong, wayang golek, wayang kulit, ketoprak, dan lain-lain. Dalam pementasannya, kesenian rakyat kerap disertai dengan canda tawa yang membuat para penonton tertawa terbahak-bahak.

Perkembangan budaya humor di Indonesia menuju ke arah yang positif ketika muncul kelompok lawak. Fenomena ini terjadi secara masif ketika memasuki era setelah kemerdekaan. Berbagai grup pelawak yang terkenal banyak bermunculan, termasuk di antaranya adalah Loka Ria, Atmonadi Cs, Kwartet Jaya, Surya Grup, dan lain-lain.

Tokoh komedi yang memiliki peran dalam memajukan budaya humor di Indonesia juga cukup banyak. Trio Dono Kasino dan Indro kerap disebut-sebut sebagai pelawak nomor satu di Indonesia. Apalagi, dalam setiap film serta pertunjukan, mereka bisa menampilkan candaan dalam berbagai cara.

Saat ini, perkembangan dunia humor juga tidak kalah masif. Hal ini ditunjang dengan maraknya pertunjukan standup comedy yang berhasil memunculkan nama komika terkenal seperti Raditya Dika, Cak Lontong, Panji Pragiwaksono, Dodit Mulyanto, Arie Kriting, dan lain-lain. Dalam pembawaannya, para komika tersebut punya ciri serta gaya tersendiri.

Keberadaan cerita lucu humor menjadi salah satu cara untuk membuat aktivitas sehari-hari jadi lebih berwarna. Hasil penelitian juga kerap mengungkapkan bahwa humor memiliki dampak yang positif bagi kesehatan. Jadi, kalau ingin lebih sehat, sediakan waktu untuk membaca kumpulan cerita lucu terbaru, ya!