Pagi itu adalah hari paling sial bagi Mukidi. Saat bangun tidur, ia mengalami rasa sakit pada dua ‘biji’nya. Ia pun memutuskan untuk datang ke puskesmas terdekat. Meskipun dengan susah payah, akhirnya ia bisa bangun dan mengenakan celana.
Ia berangkat ke puskesmas dengan menahan rasa sakit yang teramat sangat. Dengan upaya yang sangat keras, ia pun berhasil menuju loket pendaftaran. Antriannya sangat panjang sehingga ia merasa bahwa hari itu adalah hari tersial untuknya.
Kemudian, tibalah giliran Mukidi. Mukidi sendiri ragu-ragu saat ia hendak mendaftarkan sakitnya. Maklum, sakitnya ini memang tidak lumrah dan cukup ‘bikin’ malu.
“Ya, bapak ada keluhan apa?” tanya si suster. Mukidi menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia memastikan bahwa orang-orang di sekitarnya tidak terlalu memperhatikan dirinya.
“Biji saya bengkak, suster,” katanya dengan sangat pelan.
“Apa, pak?” tanya suster dengan volume suara yang cukup keras karena tidak dapat mendengarkan suara lirih Mukidi.
“Biji saya bengkak, suster,” jawab Mukidi dengan suara agak keras.
Tentu saja, akhirnya para pasien lain mendengar apa yang dikatakan oleh Mukidi. Mereka sedikit tersenyum-senyum dan saling menoleh satu sama lain. Mukidi pun setengah malu. Bahkan si suster juga sedikit malu mendengarnya.
“Pak, begini saja. Kalau terdengar pasien lain kan agak memalukan ya. Bagaimana kalau bapak berbicara dengan agak sopan,” kata suster.
Tentu Mukidi bingung. Menurutnya ia sudah sangat sopan. Ia juga merasa sudah mengatakan hal yang sebenarnya.
“Maksudnya lebih sopan bagaimana ya suster?” tanya Mukidi lagi.
“Begini pak, bapak bilang saja sakit apa gitu,” tambah suster.
Mukidi semakin bingung karena seharusnya prosedur pendaftaran pasien memang harus menyatakan penyakit yang sebenarnya supaya dokter bisa mengobati dengan mudah.
“Begini saja pak, bapak pura-pura sakit telinga ya,” kata suster mulai tidak sabar.
“Baiklah!” kata Mukidi kemudian. “Begini, ini saya ada masalah dengan telinga.”
“Baiklah pak,” kata suster sambil menulis data diri pasien. “Lalu, ada keluhan apa dengan telinganya?”
”Telinga saya tidak bisa kencing….”